|
Mufidah, "anak tomboy desa sebelah" |
Aku Husain, kali ini ingin berbagi
cerita sedikit tentang tahun baru yang ada di desa kami. Kisah ini tentang
seorang yang tinggal di desa sebrang, seorang yang dikenal dengan Mufidah
adalah orang yang sangat nakal. Anak yang cantik ini emang suka berkelahi,
selain dikenal dengan kebengisannya, ia juga sangat senang nongkrong bersama
anak-anak cowok dari kampung kami. Bastio, seorang cowok yang paling dekat
dengan Mufidah alias teman akrabnya selalu menjadi teman curhatan. Sebenarnya,
Bastio yang lebih suka curhat kepada Mufidah. Seorang cowok yang sangat bertolak belakang
dengan Mufidah, seorang cowok perkasa nampun terlihat anggun.
Jika ku
perhatikan, Bastio sepertinya lebih senang berteman dengan seorang wanita.
Namun, Mufidah bukanlah tipe yang senang dengan seorang yang seperti Bastio.
Seperti yang ku katakan tadi, seorang yang perkasa namun sangat mempesona penuh
dengan pesona. Teman kami yang lain, Iwan namanya. Tapi orang-orang
memanggilnya PeBe (Play Boy),
terkenal dengan gombalannya. Jika ia telah merayu wanita, niscaya bidadari pun
akan terpesona dengannya. Rayuannya kepada wanita sudah mengalahkan kecerdasan
yang terdapat di otaknya. “rayuan tingkat dewa” ujar Bastio kepadanya.
Satu lagi,
seorang yang sangat agresif untuk melakukan sesuatu. Dalam setiap pekerjaannya
dilakukan dengan totalitas. Seorang yang senang memberikan lebih dari apa yang
kita minta. Hadi namanya, kami semua sangat segan kepadanya. Tapi sayang, dia
agresif tidak hanya pada kebaikan, berbuat jahat ia lakukan dengan semangat
juga. Namanya juga manusia, semua pasti ada kekurangan dan kelebihan,
tergantung kita mau mengunggulkan kelibahan sebagai penutup kekurangan atau
sebaliknya kekurangan kita yang bakal menutup kelebihan.
kami tak
tahu tentang apa yang dikerjakan oleh Hadi belakangan ini. Ia selalu menuju
gudang kampung setiap malam. Aku tak habis pikir, bagaimana bisa orang yang
begitu cepat berteman, selalu enak jika diajak berbicara, suka menolong, tapi
sekarang menjadi sangat misterius. “sepertinya ada yang disembunyikannya di
gudang” sambut Bastio yang sambil bergaya sok cerdas. “ah kau sok banget bas,
kalau masalah itu kami semua sudah tau” ujar Mufidah menyelah sambil meniupkan
asap rokok ke wajah Bastio. Bastio hanya terdiam dilakukan begitu dengan
Mufidah, ia terlihat sangat polos dan sangat takut dengan Mufidah yang berlagak
seperti cowok.
Kami semua
mulai penasaran dengan apa yang disembunyikan oleh Hadi. Dalam benakku selalu
berpikir yang tidak-tidak terhadap apa yang terdapat di dalam gudang desa
tersebut. Kesepakatannya adalah kami semua ingin tahu tentang apa yang
disembunyikan Hadi. Walaupun kami tak ada yang berbicara, tetapi kami semua
yakin pikiran kami satu, yaitu penasaran dengan isi Gudang desa.
Esok hari,
tapatnya hari terakhir pada tahun ini, kami berkumpul di tempat tongkrongan
geng kami. Yaitu di atas pohon tepat di depan rumah Iwan, ohh ia, aku hampir
lupa menceritakan tempat tongkrongan kami. Tempat ini adalah sejarah yang
paling berkesan dan paling banyak menyimpan kenangan. Di tempat inilah aku
pernah berkelahi dan di tinju oleh Mufidah, anak itu emang gila, bahkan ototnya
bisa mengalahkan power ranger yang sedang beraksi, monster pun akan takuj jika
ia melihat Mufidah sedang marah.
Tepat jam
delapan aku berangkat ke pangkalan tersebut. Tanpa mandi dan gosok gigi aku
langsung menuju tanpa rasa ragu. Dari kejauhan aku telah melihat dua orang yang
sedang mengobrol asik sambil menunggu rekan yang lain. “hai Bastio, Iwan,
dimana Mufidah?” ujarku dari kejauhan. “paling lagi fitness tuh anak!!!” saut
iwan yang melihat langsung akan kedatanganku. “hadeh, yang benar dikit kamu
Wan, masak cewek fitness sih?”, sautku lagi dengan singkat. “ah masak kau tak
tau, kemaren aja aku lagi lihat dia angkat barbel di depan rumahnya” dengan
logat bataknya yang pekat ia menjawab serta meyakinkanku dengan muka serius.
Tapi tetap saja dalam hatiku mengatakan bahwa iwan sedang berbohong atau hanya
ingin melucu belaka, maklum anak itu sudah mengalahkan jin dari segi
kebohongannya.
Tak lama
aku menunggu, terdengar jeritan keras dari arah belakang, suara itu seakan tak
asing lagi di telinga kami. Yah, itu Mufidah, dengan jalan yang lontang lantung
ia mendekat menuju kami. “apa lo, liat-liat, mau gua tipuk kepala lo?” katanya
dengan kasar sambil melihat ke arah Bastio. Bastio hanya bisa tersenyum melihat
Mufidah yang berlaku kasar padanya. Sekasar apapun Mufidah, paling jika mereka
berdua, Bastio pasti curhat lagi deh dengan Mufidah. “kamu itu cewek yang sexy,
tapi kok galak banget yah, coba kamu sedikit tersenyum pasti mirip artis
korea?” ceplos Iwan sambil mendinginkan suasana. Namanya juga cewek, walaupun
ia seorang yang tomboy tetap aja Mufidah adalah seorang wanita. Teori yang
harus diketuahui oleh pria adalah wanita itu suka dipuji walaupun itu bohong
bahkan fitnah.
Semua dari
kami mulai memanjat pohon, sekitar ketinggian dua meter kami sudah bisa duduk
dengan nyaman di tempat yang rindang itu. Singkat kata kami semua sepakat akan
membobol gudang tersebut untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh Hadi di
dalamnya, tentunya tanpa sepengetahuan Hadi terlebih dahulu. Semua telah
sepakat “Husain, Aku dan Mufidah masuk kedalam sedangkan Iwan berjaga di luar
gudang” kata Bastio. Sisi lain dari Bastio adalah dia terlahir menjadi seorang
yang cerdas. Dia mengetahui bahwa Iwan orang yang selalu bisa menjanggal orang
yang hendak masuk, enak diajak berbicara, bergurau maupun bermain, makanya Iwan
diposisikan pada luar gudang.
Setelah
semua siap secara batin, kami langsung menuju gudang desa tersebut. Lagu anak
polos yang tak tau apa-apa, kami semua justru bertingkah seperti maling yang
mau beraksi di siang hari. Mufidah telah menyiapkan semua barang yang hendak
digunakan untuk membobol jendela gudang. Sesampai di tempat, Iwan mulai
mengambil tempatnya. Ia berdiri tegas tepat di depan gudan, “seperti satpam aja
lu Wan!!! Sambil memutar mutar obeng yang ada di tangan dirinya. Dengan susah
payah kami membuka jendela yang telah dipaku tersebut. Gudang yang digunakan
untuk menyimpan barang-barang desa ini seakan-akan adalah rumah hantu yang
penuh misteri di mata kami.
Rumah tua
yang tak pernah dihuni oleh siapapun itu tiba-tiba sangat kami rasakan ketika
kami telah susah payah terbukanya jendala gudang. Semua kami memiliki firasat
buruk terhadap apa yang terdapat di dalam gudang itu. Apa boleh buat, kami
semua telah sepakat untuk masuk. Mufidah sebagai pimpinan kelompok masuk dengan
santai tanpa rasa ragu, tapi aku dan Bastio tak yakin ingin masuk dan
mengetahui apa yang terdapat di dalam gudang.
Setelah
semua berada di dalam gedung, tiba-tiba ada suara orang yang sedang membuka
pintu gudang, dengan segera kami langsung ketahuan. Ternyata itu Iwan, “Asem
kau Wan, datang dengan mengejutkan aja” ujarku sambil sedikit membentak. “lah
kalian itu bodoh kok permanen? Mengapa tidak langsung masuk aja dari pintu
depan?, kan tidak merusak jendela?” jawab Iwan dengan menahan tertawanya yang
sudah mau meluap. Semua kami akhirnya tersadarkan tentang apa yang dikatakan
Iwan, seolah-olah perkataan itu telah mengklaim kami sebagai orang yang sangat
idiot, walaupun hal itu tak dikatakan Iwan secara langsung.
Betapa
terkujutnya kami ternyata yang di dalam gudang tersebut kami melihat banyak
sekali meriam dan beberapa pelurunya telah disiapkan. Kami semua masih terpaku
ketakutan terhadap apa yang kami lihat. Kami tak tahu hendak memulainya dari ap
dan harus bagaimana. Belum selesai kami ketakutan tiba-tiba datang dua sosok
manusia menuju gudang. Kami semua ketakutan dan segera mencari tempat sembunyi
masing-masing. Tak kami sangka, orang yang datang tersebut adalah pak RT dan
teman kami Hadi.
Firasat
kami mengatakan ada yang tak beres terhadap desa ini, memang sebelumnya desa
Mufidah dan desa kami sering bentrok dan tauran, akan tetapi kami tak tahu
bakal menjadi perang yang sedemikian mengerikannya. Mufidah yang tak tahan
melihat hal ini dengan segera meninggalkan tempat persembunyiannya dan keluar
dari gudang. Aku dan Bastio yang tak tega juga akhirnya keluar dari
persembunyian dan mengejar Mufidah untuk menenangkannya.
Kencangnya
lari Mufidah membuat kami berdua tak berdaya. Hal ini bisa akan menjadi lebih
rumit dari apa yang kami bayangkan. Bisa-bisa akan terjadi peperangan besar
antara desa kami dan desanya Mufidah. Dengan perasaan yang kurang enak, rasa
grogi dan penuh bimbang kami jemput Mufidah langsung ke rumahnya. Sesampainya
kami di depan rumah Mufidah, kami disambut dengan hangat oleh keluarganya.
Hangat yang luarbiasa itu terdengar oleh telinga kami yang terus menusuk ke
hati. “mau apa kalian anak-anak tengik, kau apakan anakku hingga ia pulang
dengan menangis?” ujar ayahnya Mufidah. Belum selesai kami mau menerangkan
ceritanya, dengan tiba-tiba bapak itu kembali marah kepada kami. Aku bingung mau
bercerita apa tentang yang kami alami.
Berlkata
jujur akan membuat kampung lebih membara, sedangkan berkata bohong akan membuat
dosa. Tanpa pikir panjang aku pun lari pulang, aku takut dan penuh bimbang.
Tanpa disengaja aku melupakan Bastio yang masih berusaha meyakinkan ayahnya
Mufidah dengan penuh dusta. Masa bodoh, aku tak mau berbuat lebih rumit lagi
hari ini, lebih baik aku pulang dan berdiam diri sejenak di rumah, hatiku
berusaha membohongi jiwaku.
Hari ini,
tanggal 30 Desember 2010, hidupku seperti hampa tanpa mereka, padahal malam ini
adalah malam tahun baru. Biasanya kami selalu berjalan bersam juka malam tiba.
Tetapi, sepertinya tidak pada hari ini. Pagi ku kali ini sangat menyedihkan,
hanya bisa berdiam diri di kamar. Begitu juga dengan siang harinya, hari ini
terasa lebih panjang dari satu tahun. Seiring berjalannya waktu malam pun tiba,
aku tak bisa hidup sehari tanpa mereka, dengan tegas aku memberanikan diri
untuk pergi ke tempat pangkalan yang biasanya kami selalu berbagi ceria disana.
Alangkah
bahagianya diriku, ketika sampai di pangkalan. Ternyata mereka semua memikirkan
apa yang kupikirkan, kami semua mempunyai hati yang sama. Lebih mengejutkannya
lagi Hadi juga ada bersama kami kali ini. kami semua berusaha untuk menjaga
perasaan Hadi, sebenarnya masih ada beberapa pertanyaan yang timbul di dalam
benakku tentang meriam yang disiapkan oleh Hadi dan pak RT. Tapi kami lebih
memilih untuk tidak mengatakannya dahulu, untuk menjaga pertemanan.
“ayok,
kita ke bukit desa” ujar Hadi tanpa rasa salah. “yah, mau gmana lagi” sambut
Mufidah dengan muka masam. Perjalanan menuju bukit pun menjadi menyenangkan,
itu semua karena Iwan yang cerewet menengahi kami, dia selalu bisa memecahkan
kebekuan jikala ada konflik di antara kami. Perjalanan kami tak disangka telah
sampai di bukit desa, bagian tertinggi yang ada di desa kami dan desa Mufidah.
Betapa
terkejutnya kami ketika sampai, ternyata kedua pihak desa telah menyiapkan
meriam dan bola meriamnya. Tak lama kami berdiri disana, terdengar keras suara
terompet tahun baru dengan bersamaan. Dilanjutkan dengan tembak meriam ke
udara, oh ternyata meriam tersebut digunakan untuk melemparkan bola kembang
api. Kami semua baru menyadari betapa kelirunya pikiran kami. Kami semua tak
bisa menahan peluk seru sahabat. Dalam hatiku meyakinkan diri, bahwa aku tak
akan lagi berburuk sangka kepada Hadi dan teman-teman yang lain.
Hadi
mengambilkan kami sebuah kain panjang dan beberapa spidol untuk menuliskan
mimpi dan janji kami kedepan. Kami semua melakukannya dengan semangat, tanpa
rasa ragu aku ikut serta dalam menuliskan mimpi. Setelah semua selesai menulis
mimpi, tepat di bawah kain di tuliskan oleh hadi dengan spidol yang berwarna
merah “KITA ADALAH SAUDARA”.
Kata itu
yang selalu aku ingat hingga sekarang. Kata itu juga yang selalu mengingatkan
aku tentang mimpi yang telah kutulis dahulu, tanpa aku sadari mimpi itu
ternyata tercapai sedikit demi sedikit. Ingin rasa hati ini menemui mereka
untuk menunjukkan kesuksesan yang telah aku peroleh saat ini. tapi aku yakin
mereka juga telah menyelesaikan mimpi-mimpi mereka yang dahulu sempat kami
tuliskan. Tapi yang aku tahu, mimpi tersebut kami simpan di dalam markas
tercinta, tepatnya di atas pohon yang terdapat di rumah Iwan.
Hari yang
penuh haru dan persahabatan, aku menyadari, di setiap tahun baru, seharusnya
kita juga memiliki misi dan mimpi untuk tahun kedepannya. Mimpi tak akan bisa
kita raih dengan mudah apabila kita terus berada dalam angan-angan belaka. Tapi
mimpi yang dituliskan dengan semangat membara akan membuat motivasi tersendiri
yang tak mudah dihapus.
Kawan-kawan,
Mufidah, Iwan, dan bastio, aku berjanji suatu saat kita akan bertemu kembali
dengan karakter yang berbeda, aku atas nama Husain juga yakin pasti mereka akan
menjadi orang-orang bwsar sekarang. Aku juga tak seharusnya kalah dengan
mereka. Selamat tahun baru kawanku, semoga mimpi kita semua menjadi kenyataan,
karena aku yakin dengan apa yang di janjikan ALLAH,
“KITA
ADALAH SAUDARA”