Senin, 31 Maret 2014

Lebih Hina dari Babi

Babi Hutan
“Kalau malas yah gitu akibatnya”. Aku gak tau, hari ini hidup hampa seperti babi, hidup hanya untuk makan. Tapi aku merasa lebih hina dari babi, babi di hutan mandiri mencari makan sendiri, lah aku disini lebih malas dari babi, bahkan untuk sesuap nasi yang aku makan pun ku dapatkan dari hasil mengemis, mengemis dari orang tua.
Gak tau ah, aku mau cuek ajalah, aku udah bosan sekarang. Satu hari full aku hanya bisa tidur dikamar, tidak melakukan apapun. Entahlah, mungkin karena depresi terhadap masalah yang tak bisa ku selesaikan. Aku mulai ragu dengan segala ini. Mungkin emang benar kita ini hanya sebagai wayang yang dimainkan.
Gak ada pilihan dalam hidup, semua hanya pemberian, jika kau dilahirkan dengan keadaan buta, maka buta itulah yang terbaik bagimu. Karena buta lebih baik dari pada melihat kekejaman yang sekarang bisa terjadi dimana saja. Persetan dengan semua pilihan.
Tapi untungnya semua orang tak tahu akan takdir yang telah dipersiapkan. Yah, jadi siapain aja jadi orang yang sebaik mungkin. Siapa tahu loe salah satunya yang menjadi pahlawan dunia ini.
Oug ia, seharian ini tidurku panjang banget, tapi dari tidur panjang tersebut aku sadar akan banyak hal. Siapa bilang tidur pagi itu buruk? Bagi sebagian orang tidur dipagi hari justru harus dilakukan, contohnya satpan yang bergadang,, loh, jika ia terus mencari rizki ketika paginya, bisa mampus tuh satpam.
Tapi berbeda dengan ku pada pagi ini, aku emang sudah berniat untuk tidur sepanjang hari ini. Ternyata tidur ketika segar itu akan memuat capek, sedangkan tidur ketika capek akan membuat bugar, coba aja sendiri.
Diselang tidur panjang ku, ada beberapa kali aku terbangun, pertama bangun sekitar jam sepuluh pagi, gak ada yang ku pikirkan, hanya komitmen ku untuk tidur seharian yang ku pikirkan dan akhirnya aku tidur lagi.
Bangun lagi sekitar jam dua siang, tak banyak yang ku lakukan. Mandi, shalat, makan, dan tidur lagi. Gila bangetkan, bahkan anjing pun gak bisa semales aku, hahaha... gak tau deh, tapi hal-hal yang seperti ini perlu dilakukan sesekali dan insyaAllah hanya sekali ini seumur hidup.

Pesan terakhir. Jangan kalah dengan babi, walau gak bisa membedakan antara yang baik dan buruk, mereka tetap mencari makannya sendiri. Jangan mau kalah dengan anjing, walau dia hewan yang sangat buas tapi ia setia. Jangan mau kalah dengan monyet, walau dia jelek tapi otaknya digunakan untuk berfikir. Tentu teman-teman gak mau lebih hina dari yang terhina. Mulailah perubahan itu sekaran!!!

Selasa, 11 Maret 2014

Untukmu Sahabatku

Mufidah, "anak tomboy desa sebelah"


            Aku Husain, kali ini ingin berbagi cerita sedikit tentang tahun baru yang ada di desa kami. Kisah ini tentang seorang yang tinggal di desa sebrang, seorang yang dikenal dengan Mufidah adalah orang yang sangat nakal. Anak yang cantik ini emang suka berkelahi, selain dikenal dengan kebengisannya, ia juga sangat senang nongkrong bersama anak-anak cowok dari kampung kami. Bastio, seorang cowok yang paling dekat dengan Mufidah alias teman akrabnya selalu menjadi teman curhatan. Sebenarnya, Bastio yang lebih suka curhat kepada Mufidah.  Seorang cowok yang sangat bertolak belakang dengan Mufidah, seorang cowok perkasa nampun terlihat anggun.
Jika ku perhatikan, Bastio sepertinya lebih senang berteman dengan seorang wanita. Namun, Mufidah bukanlah tipe yang senang dengan seorang yang seperti Bastio. Seperti yang ku katakan tadi, seorang yang perkasa namun sangat mempesona penuh dengan pesona. Teman kami yang lain, Iwan namanya. Tapi orang-orang memanggilnya PeBe (Play Boy), terkenal dengan gombalannya. Jika ia telah merayu wanita, niscaya bidadari pun akan terpesona dengannya. Rayuannya kepada wanita sudah mengalahkan kecerdasan yang terdapat di otaknya. “rayuan tingkat dewa” ujar Bastio kepadanya.
Satu lagi, seorang yang sangat agresif untuk melakukan sesuatu. Dalam setiap pekerjaannya dilakukan dengan totalitas. Seorang yang senang memberikan lebih dari apa yang kita minta. Hadi namanya, kami semua sangat segan kepadanya. Tapi sayang, dia agresif tidak hanya pada kebaikan, berbuat jahat ia lakukan dengan semangat juga. Namanya juga manusia, semua pasti ada kekurangan dan kelebihan, tergantung kita mau mengunggulkan kelibahan sebagai penutup kekurangan atau sebaliknya kekurangan kita yang bakal menutup kelebihan.
kami tak tahu tentang apa yang dikerjakan oleh Hadi belakangan ini. Ia selalu menuju gudang kampung setiap malam. Aku tak habis pikir, bagaimana bisa orang yang begitu cepat berteman, selalu enak jika diajak berbicara, suka menolong, tapi sekarang menjadi sangat misterius. “sepertinya ada yang disembunyikannya di gudang” sambut Bastio yang sambil bergaya sok cerdas. “ah kau sok banget bas, kalau masalah itu kami semua sudah tau” ujar Mufidah menyelah sambil meniupkan asap rokok ke wajah Bastio. Bastio hanya terdiam dilakukan begitu dengan Mufidah, ia terlihat sangat polos dan sangat takut dengan Mufidah yang berlagak seperti cowok.
Kami semua mulai penasaran dengan apa yang disembunyikan oleh Hadi. Dalam benakku selalu berpikir yang tidak-tidak terhadap apa yang terdapat di dalam gudang desa tersebut. Kesepakatannya adalah kami semua ingin tahu tentang apa yang disembunyikan Hadi. Walaupun kami tak ada yang berbicara, tetapi kami semua yakin pikiran kami satu, yaitu penasaran dengan isi Gudang desa.
Esok hari, tapatnya hari terakhir pada tahun ini, kami berkumpul di tempat tongkrongan geng kami. Yaitu di atas pohon tepat di depan rumah Iwan, ohh ia, aku hampir lupa menceritakan tempat tongkrongan kami. Tempat ini adalah sejarah yang paling berkesan dan paling banyak menyimpan kenangan. Di tempat inilah aku pernah berkelahi dan di tinju oleh Mufidah, anak itu emang gila, bahkan ototnya bisa mengalahkan power ranger yang sedang beraksi, monster pun akan takuj jika ia melihat Mufidah sedang marah.
Tepat jam delapan aku berangkat ke pangkalan tersebut. Tanpa mandi dan gosok gigi aku langsung menuju tanpa rasa ragu. Dari kejauhan aku telah melihat dua orang yang sedang mengobrol asik sambil menunggu rekan yang lain. “hai Bastio, Iwan, dimana Mufidah?” ujarku dari kejauhan. “paling lagi fitness tuh anak!!!” saut iwan yang melihat langsung akan kedatanganku. “hadeh, yang benar dikit kamu Wan, masak cewek fitness sih?”, sautku lagi dengan singkat. “ah masak kau tak tau, kemaren aja aku lagi lihat dia angkat barbel di depan rumahnya” dengan logat bataknya yang pekat ia menjawab serta meyakinkanku dengan muka serius. Tapi tetap saja dalam hatiku mengatakan bahwa iwan sedang berbohong atau hanya ingin melucu belaka, maklum anak itu sudah mengalahkan jin dari segi kebohongannya.
Tak lama aku menunggu, terdengar jeritan keras dari arah belakang, suara itu seakan tak asing lagi di telinga kami. Yah, itu Mufidah, dengan jalan yang lontang lantung ia mendekat menuju kami. “apa lo, liat-liat, mau gua tipuk kepala lo?” katanya dengan kasar sambil melihat ke arah Bastio. Bastio hanya bisa tersenyum melihat Mufidah yang berlaku kasar padanya. Sekasar apapun Mufidah, paling jika mereka berdua, Bastio pasti curhat lagi deh dengan Mufidah. “kamu itu cewek yang sexy, tapi kok galak banget yah, coba kamu sedikit tersenyum pasti mirip artis korea?” ceplos Iwan sambil mendinginkan suasana. Namanya juga cewek, walaupun ia seorang yang tomboy tetap aja Mufidah adalah seorang wanita. Teori yang harus diketuahui oleh pria adalah wanita itu suka dipuji walaupun itu bohong bahkan fitnah.
Semua dari kami mulai memanjat pohon, sekitar ketinggian dua meter kami sudah bisa duduk dengan nyaman di tempat yang rindang itu. Singkat kata kami semua sepakat akan membobol gudang tersebut untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh Hadi di dalamnya, tentunya tanpa sepengetahuan Hadi terlebih dahulu. Semua telah sepakat “Husain, Aku dan Mufidah masuk kedalam sedangkan Iwan berjaga di luar gudang” kata Bastio. Sisi lain dari Bastio adalah dia terlahir menjadi seorang yang cerdas. Dia mengetahui bahwa Iwan orang yang selalu bisa menjanggal orang yang hendak masuk, enak diajak berbicara, bergurau maupun bermain, makanya Iwan diposisikan pada luar gudang.
Setelah semua siap secara batin, kami langsung menuju gudang desa tersebut. Lagu anak polos yang tak tau apa-apa, kami semua justru bertingkah seperti maling yang mau beraksi di siang hari. Mufidah telah menyiapkan semua barang yang hendak digunakan untuk membobol jendela gudang. Sesampai di tempat, Iwan mulai mengambil tempatnya. Ia berdiri tegas tepat di depan gudan, “seperti satpam aja lu Wan!!! Sambil memutar mutar obeng yang ada di tangan dirinya. Dengan susah payah kami membuka jendela yang telah dipaku tersebut. Gudang yang digunakan untuk menyimpan barang-barang desa ini seakan-akan adalah rumah hantu yang penuh misteri di mata kami.
Rumah tua yang tak pernah dihuni oleh siapapun itu tiba-tiba sangat kami rasakan ketika kami telah susah payah terbukanya jendala gudang. Semua kami memiliki firasat buruk terhadap apa yang terdapat di dalam gudang itu. Apa boleh buat, kami semua telah sepakat untuk masuk. Mufidah sebagai pimpinan kelompok masuk dengan santai tanpa rasa ragu, tapi aku dan Bastio tak yakin ingin masuk dan mengetahui apa yang terdapat di dalam gudang.
Setelah semua berada di dalam gedung, tiba-tiba ada suara orang yang sedang membuka pintu gudang, dengan segera kami langsung ketahuan. Ternyata itu Iwan, “Asem kau Wan, datang dengan mengejutkan aja” ujarku sambil sedikit membentak. “lah kalian itu bodoh kok permanen? Mengapa tidak langsung masuk aja dari pintu depan?, kan tidak merusak jendela?” jawab Iwan dengan menahan tertawanya yang sudah mau meluap. Semua kami akhirnya tersadarkan tentang apa yang dikatakan Iwan, seolah-olah perkataan itu telah mengklaim kami sebagai orang yang sangat idiot, walaupun hal itu tak dikatakan Iwan secara langsung.
Betapa terkujutnya kami ternyata yang di dalam gudang tersebut kami melihat banyak sekali meriam dan beberapa pelurunya telah disiapkan. Kami semua masih terpaku ketakutan terhadap apa yang kami lihat. Kami tak tahu hendak memulainya dari ap dan harus bagaimana. Belum selesai kami ketakutan tiba-tiba datang dua sosok manusia menuju gudang. Kami semua ketakutan dan segera mencari tempat sembunyi masing-masing. Tak kami sangka, orang yang datang tersebut adalah pak RT dan teman kami Hadi.
Firasat kami mengatakan ada yang tak beres terhadap desa ini, memang sebelumnya desa Mufidah dan desa kami sering bentrok dan tauran, akan tetapi kami tak tahu bakal menjadi perang yang sedemikian mengerikannya. Mufidah yang tak tahan melihat hal ini dengan segera meninggalkan tempat persembunyiannya dan keluar dari gudang. Aku dan Bastio yang tak tega juga akhirnya keluar dari persembunyian dan mengejar Mufidah untuk menenangkannya.
Kencangnya lari Mufidah membuat kami berdua tak berdaya. Hal ini bisa akan menjadi lebih rumit dari apa yang kami bayangkan. Bisa-bisa akan terjadi peperangan besar antara desa kami dan desanya Mufidah. Dengan perasaan yang kurang enak, rasa grogi dan penuh bimbang kami jemput Mufidah langsung ke rumahnya. Sesampainya kami di depan rumah Mufidah, kami disambut dengan hangat oleh keluarganya. Hangat yang luarbiasa itu terdengar oleh telinga kami yang terus menusuk ke hati. “mau apa kalian anak-anak tengik, kau apakan anakku hingga ia pulang dengan menangis?” ujar ayahnya Mufidah. Belum selesai kami mau menerangkan ceritanya, dengan tiba-tiba bapak itu kembali marah kepada kami. Aku bingung mau bercerita apa tentang yang kami alami.
Berlkata jujur akan membuat kampung lebih membara, sedangkan berkata bohong akan membuat dosa. Tanpa pikir panjang aku pun lari pulang, aku takut dan penuh bimbang. Tanpa disengaja aku melupakan Bastio yang masih berusaha meyakinkan ayahnya Mufidah dengan penuh dusta. Masa bodoh, aku tak mau berbuat lebih rumit lagi hari ini, lebih baik aku pulang dan berdiam diri sejenak di rumah, hatiku berusaha membohongi jiwaku.
Hari ini, tanggal 30 Desember 2010, hidupku seperti hampa tanpa mereka, padahal malam ini adalah malam tahun baru. Biasanya kami selalu berjalan bersam juka malam tiba. Tetapi, sepertinya tidak pada hari ini. Pagi ku kali ini sangat menyedihkan, hanya bisa berdiam diri di kamar. Begitu juga dengan siang harinya, hari ini terasa lebih panjang dari satu tahun. Seiring berjalannya waktu malam pun tiba, aku tak bisa hidup sehari tanpa mereka, dengan tegas aku memberanikan diri untuk pergi ke tempat pangkalan yang biasanya kami selalu berbagi ceria disana.
Alangkah bahagianya diriku, ketika sampai di pangkalan. Ternyata mereka semua memikirkan apa yang kupikirkan, kami semua mempunyai hati yang sama. Lebih mengejutkannya lagi Hadi juga ada bersama kami kali ini. kami semua berusaha untuk menjaga perasaan Hadi, sebenarnya masih ada beberapa pertanyaan yang timbul di dalam benakku tentang meriam yang disiapkan oleh Hadi dan pak RT. Tapi kami lebih memilih untuk tidak mengatakannya dahulu, untuk menjaga pertemanan.
“ayok, kita ke bukit desa” ujar Hadi tanpa rasa salah. “yah, mau gmana lagi” sambut Mufidah dengan muka masam. Perjalanan menuju bukit pun menjadi menyenangkan, itu semua karena Iwan yang cerewet menengahi kami, dia selalu bisa memecahkan kebekuan jikala ada konflik di antara kami. Perjalanan kami tak disangka telah sampai di bukit desa, bagian tertinggi yang ada di desa kami dan desa Mufidah.
Betapa terkejutnya kami ketika sampai, ternyata kedua pihak desa telah menyiapkan meriam dan bola meriamnya. Tak lama kami berdiri disana, terdengar keras suara terompet tahun baru dengan bersamaan. Dilanjutkan dengan tembak meriam ke udara, oh ternyata meriam tersebut digunakan untuk melemparkan bola kembang api. Kami semua baru menyadari betapa kelirunya pikiran kami. Kami semua tak bisa menahan peluk seru sahabat. Dalam hatiku meyakinkan diri, bahwa aku tak akan lagi berburuk sangka kepada Hadi dan teman-teman yang lain.
Hadi mengambilkan kami sebuah kain panjang dan beberapa spidol untuk menuliskan mimpi dan janji kami kedepan. Kami semua melakukannya dengan semangat, tanpa rasa ragu aku ikut serta dalam menuliskan mimpi. Setelah semua selesai menulis mimpi, tepat di bawah kain di tuliskan oleh hadi dengan spidol yang berwarna merah “KITA ADALAH SAUDARA”.
Kata itu yang selalu aku ingat hingga sekarang. Kata itu juga yang selalu mengingatkan aku tentang mimpi yang telah kutulis dahulu, tanpa aku sadari mimpi itu ternyata tercapai sedikit demi sedikit. Ingin rasa hati ini menemui mereka untuk menunjukkan kesuksesan yang telah aku peroleh saat ini. tapi aku yakin mereka juga telah menyelesaikan mimpi-mimpi mereka yang dahulu sempat kami tuliskan. Tapi yang aku tahu, mimpi tersebut kami simpan di dalam markas tercinta, tepatnya di atas pohon yang terdapat di rumah Iwan.
Hari yang penuh haru dan persahabatan, aku menyadari, di setiap tahun baru, seharusnya kita juga memiliki misi dan mimpi untuk tahun kedepannya. Mimpi tak akan bisa kita raih dengan mudah apabila kita terus berada dalam angan-angan belaka. Tapi mimpi yang dituliskan dengan semangat membara akan membuat motivasi tersendiri yang tak mudah dihapus.
Kawan-kawan, Mufidah, Iwan, dan bastio, aku berjanji suatu saat kita akan bertemu kembali dengan karakter yang berbeda, aku atas nama Husain juga yakin pasti mereka akan menjadi orang-orang bwsar sekarang. Aku juga tak seharusnya kalah dengan mereka. Selamat tahun baru kawanku, semoga mimpi kita semua menjadi kenyataan, karena aku yakin dengan apa yang di janjikan ALLAH,


“KITA ADALAH SAUDARA”

Memulai Bisnis Mentok (Sebuah Tulisan Amatir)

Dengan berbagai alasan melihat situasi dan kondisi di perdesaan, akhirnya saya mencoba untuk berternak entok. Pada dasarnya entok diterna...