Minggu, 06 Januari 2013

Mus'ab Ibnu Umair

 (Persembahan untuk Agama)
Oleh: Andi Musthafa Husain


“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.
(QS Ali ‘Imrān [3]: 133)

       
                Alkisah, tentang seorang sahabat Rasulullah yang bernama Mus’ab ibnu ‘Umair. Di zaman Rasulullah SAW hiduplah seorang juragan Nasrani yang kaya-raya. Ia hanya memiliki satu-satunya anak kesayangan yang diberi nama Mus’ab ibnu ‘Umair. Sebagai anak tunggal, Mus’ab selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Semenjak kecil, orangtuanya selalu mengajarkan ia menjadi anak yang rapi, bersih, dan jujur.
                Di masa remajanya, Mus’ab selalu menjadi bintang di daerahnya. Manusia yang dianugrahi ketampanan yang luar biasa ditambah lagi dengaan kecerdasan yang mapan. Pada suatu ketika, orang yang wanginya mencapai jarak 100 meter dari jarak keberadaannya ini, berjalan-jalan di kota Madinah. Ia melihat Rasulullah sedang berjalan menuju suatu tempat yang biasanya untuk penyebaran agama Islam secara sembunyi-sembunyi.
                Rasa ingin tahu Mus’ab seketika itu juga meluap. Ia berusaha mendengarkan pembicaraan kaum muslimin dari jarak kejauhan. Namun, Rasulullah mengetahui hal itu, dan segera memanggil Mus’ab untuk bergabung dalam forum. Dengan rasa takut berbaur dengan malu, Mus’ab melangkahkan kakinya menuju panggilan Rasulullah salallāhu ‘alaihi wa sallām. Ketangkasan otak Mus’ab dalam berpikir merespon cepat terhadap apa-apa yang diajarkan oleh baginda Rasulullah. Kata demi kata ia pahami dengan cermat dan tangkas.
                Keesokan harinya, Mus’ab ibnu ‘Umair bangun pagi dan segera mencari Rasulullah dan menyatakan syahadatnya, “Asyhadu anlāiāhaillalahi wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullahi.” Kata itu spontanitas keluar dari mulut Mus’ab. Tanpa ragu dan banyak basa-basi Mus’ab menyatakan keIslamannya. Akan tetapi, ia berusaha menyembunyikan keIslamannya dari keluarga dan karib sahabatnya. Mus’ab tahu bahwa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menyampaikan keIslamannya tersebut.
                Suatu ketika, salah seorang sahabat Mus’ab melihatnya sedang bersama orang-orang muslim dan melaporkan pada keluarga Mus’ab. Ketika pulang, Mus’ab langsung dipukuli oleh kedua orang tuanya. Memar pada tangan badan dan kakinya mulai kelihatan pada kulit putihnya. Mus’ab berusaha menjelaskan semuanya, akan tetapi tetap saja ia di pukuli. ‘Umair sangat marah pada mus’ab dan mengusir anaknya sendiri dari rumah.Mulai sekarang kamu bukan lagi anakku, silahkan ikuti agama Muhammad,” ucap ‘Umair tanpa pikir panjang. Ia sangat kesal mendengar anak kesayangannya telah berpaling darinya dan memeluk agama Muhammad.
                Semenjak itu, Mus’ab mulai menghidupi dirinya sendiri. Bukan tidak mampu menjadi kaya, akan tetapi ia selalu mendahulukan orang lain yang lebih membutuhkan hartanya. Kebaikannya inilah yang membuat Mus’ab semakin miskin. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, tahunpun bergantikan tahun, umat Islam yang dahulunya agama yang kecil menjadi sangat besar dan tidak bisa diremehkan lagi kekuatannya.
                Mus’ab yang dahulunya orang kaya kini menjadi miskin. Orang yang dahulunya serba apa adanya kini menjadi apa adanya. Ketampanannya yang membumi kini telah lenyap. Semua itu dia persembahkan untuk agamanya. Hal ini membuat Mus’ab dicintai masyarakatnya. Sifatnya yang dahulu sedikit kikir, kini menjadi pribadi yang setia kepada siapa saja. Bukan hanya orang muslim, bahkan dengan orang kafirpun ia berbuat baik. Mus’ab mengamalkan ajaran agamanya untuk berbuat baik kepada siapa saja, menunjukkan bahwa agama Islam rahmatan lilālamīn.
                Sampai suatu ketika, umat Islam mendapatkan panggilan untuk perang. Perang pertama bernama perang Badar, perang yang tidak seimbang antara umat Islam dan kaum kafir kurais. Pada peperangan ini umat Islam hanya berjumlah 300 orang saja, sedangkan orang kafir berjumlah sekitar 1000 pasukan. Hal ini tidak jadi permasalahan bagi umat Islam, karena umat Islam yakin dengan segala kemampuannya.
                Perbedaan kaum kafir dan umat Islam adalah bagi kaum kafir peperangan ini untuk mencari kemerdekaan. Mereka menginginkan hidup yang lebih baik, ingin lebih tenang, ingin mencari harta, dan kuda perang. Sedangkan kaum muslim, mereka menginginkan jihad, yang mereka cari adalah ridha Allah. Mereka menyerang mencari mati, kaum muslim menginginkan syahid di jalan Allah.
                Oleh karena perbedaan inilah umat Islam menyerang bagaikan singa padang pasir yang menyarang mangsanya. Umat Islam bukan ingin mencari duniawi. Akan tetapi umat Islam ingin mati syahid. Walaupun umat Islam kalah jumlah pada peperangan Badar, tapi mereka memenangkan peperangan tersebut. Umat Islam membuat semua orang kafir terkejut akan kekuatannya, yang pada akhirnya membuat kaum kafir untuk mengakui kekalahannya.
                Kaum kafir tidak menerima akan hal ini, mereka menyatakan perang untuk kedua kalinya. Perang tersebut diberi nama perang Uhud. Diberi nama perang Uhud karena peperangan ini terjadi di sekitar gunung Uhud. Kali ini umat muslim memberikan amanah kepada Mus’ab sebagai pemegang panji Islam. Mus’ab merasa sangat terhormat untuk mendapatkan tugas tersebut.
                Pada peperangan ini Rasulullah salallāhu ‘alaihi wa sallām memerintahkan beberapa dari pemanah handal untuk menjaga gunung Uhud. Rasulullah terlihat sangat serius untuk menyuruh para pemanah. “Janganlah kalian tinggalkan gunung Uhud, walau apapun yang terjadi.” Begitulah kata yang terlontarkan dari lisan nabi besar kita itu. Bukan hanya umat muslim yang mempunyai strategi dalam peperangan, kaum kafir juga memiliki beberapa taktik perang untuk mengalahkan umat Islam. Kaum kafir membagi pasukannya menjadi dua pasukan. Pasukan pertama menyerang langsung dari depan, sedangkan pasukan kedua menyerang melalui belakang dengan cara memutari gunung Uhud.
                “ALLAHU AKBAR!” Kata-kata inilah yang membuat umat Islam dari kuat menjadi tak terkalahkan. Di awal peperangan, umat Islam sudah mendominasi kaum kafir. Hal ini membuat para pemanah tergiur untuk turun mengambil rampasan perang. Hanya beberapa di antara mereka yang masih tinggal di gunung Uhud. Tanpa mereka sadari, ternyata kaum kafir telah berada di belakang mereka. Kini keadaan berbalik, umat muslim terperangkap di tengah tengah kaum kafir.
                Mus’ab ibnu ‘Umair yang pada waktu itu memengang panji Islam diserang oleh pemimpin kafir. Serangan pertama tepat mengenai tangan kanan Mus’ab. Rasa pedih itu tidak sama sekali terlihat di mukanya. Dengan segera ia berdiri dan mengambil kembali panji Islam. Melihat akan hal itu pemimpin kafir tersebut dengan segera memutar kudanya dan menebaskan pedangnya pada tangan kiri Mus’ab. Kini Mus’ab tidak memiliki tangan sama sekali. Darah tanpa berhenti mengalir melalui lengan atasnya yang tersisa.
                Mus’ab terus berusaha berdiri dengan segenap kemampuan yang ada dan menggenggam erat panji Islam yang ditempelkan di badannya. Melihat akan hal itu pemimpin kafir sangat marah dan mulai mengejar kembali ke arah Mus’ab dan melemparkan tombak ke arah dadanya. Kini Mus’ab tidak bisa berkata-kata. Tombak itu tepat menembus badannya yang sudah tak berdaya. Perlahan lahan ia terjatuh dengan tetap memegang erat panji Islam di dadanya.
                Ya Allah kami berdo’a kepada-Mu. Semoga kami temaksud golongan orang-orang yang Engkau ridhoi. Semoga kami tetap berada pada jalan yang benar. Masukkanlah kami pada surga-Mu bersama para syuhada’ yang telah berjuang mati-matian membela agama-Mu. Ya Allah, kami hanyalah makhluk-Mu yang lemah. Oleh karena itu, tolonglah hamba-Mu ini dalam menjalani hidupnya. Amiiin...Wallāhu a’lamu bi ash-shawāb. []

Andi Musthafa Husain,
Alumni Pon Pes as-Salam al-Islami
Santri pp uii

Memulai Bisnis Mentok (Sebuah Tulisan Amatir)

Dengan berbagai alasan melihat situasi dan kondisi di perdesaan, akhirnya saya mencoba untuk berternak entok. Pada dasarnya entok diterna...