Oleh: Andi Musthafa Husain
Namanya manusia,
tak luput dari apa yang disebut dengan dosa. Begitu juga para anbiyā’ wal
mursalīn. Tapi permasalahannya bukanlah itu, akan tetapi bagaimana cara
kita menanggapi atau menyikapi dosa yang kita perbuat. Bahkan, baginda
Rasulullah SAW pun pernah mendapatkan teguran dari Allah SWT, “Hai Nabi,
mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu, kamu mencari
kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
at-Tahrīm [66]: 1 ). Ayat di atas merupakan salah satu peringatan Allah SWT
kepada Rasulullah SAW.
Lantas, bagaimanakah
cara Rasulullah menanggapi hal tersebut? Apakah beliau depresi dan melakukan
hal-hal yang tidak senonoh, mabuk-mabukan, main judi, berzina, tentu
tidak. Ketika para anbiyā’ wal
mursalīn melakukan sebuah dosa maka yang mereka lakukan pertama kali adalah
taubat dengan sebenar-benarnya taubat.
“Hai
orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu
dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman
bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah
kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah
bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (QS. At-Tahrīm [66]: 8).
Suatau ketika
seseorang mendapatkah sebuah musibah, maka ia harus memikirkan tiga hal. Pertama,
apakah musibah tersebut diberikan ketika kita dalam keadaan saleh, maka itu disebut
cobaan. Dalam arti kata, Allah mau menguji iman orang tersebut, sampai dimana
ketangguhan orang tersebut untuk beribadah kepada-Nya. Kedua, apakah
musibah tersebut diberikan kepada kita pada saat berbuat maksiat, maka musibah
tersebut bisa dikatakan teguran. Bartanda bahwa Allah itu sayang kepada
hamba-Nya. Allah tak ingin kita jauh darinya, maka Ia berikan kita sebuah
musibah sampai kita sadar akan kesalahan yang kita perbuat.
Golongan terakhir
yaitu orang yang senantiasa bermaksiat kepada Allah, manusia yang lupa atas
nikmat yang ia rasakan selama ini, manusia yang kufur akan semua yang telah ia
peroleh. Apabila tipe orang yang seperti ini ditimpa musibah disebut azab. Azab
hanya diberikan kepada orang yang syirik kepada-Nya, orang yang tak pernah
ingat kepada-Nya, orang yang tak pernah mandi wajib selama hidupnya. Naudzubillāhi
min dzālik. Semoga kita termasuk orang-orang yang disayangi-Nya. Amīn.
Masalah sudah Terjadi Semenjak
Penciptaan Manusia
Bukanlah menjadi
suatu permasalahan, apabila seorang hamba melakukan dosa kepada Sang Pencipta.
Begitu juga antara hamba dengan hamba, karena kesalahan adalah sunnatullah yang
seharusnya terjadi pada manusia. Dari semenjak penciptaan Nabi Adam AS dan Hawa,
bapak dan ibu moyang seluruh umat ini melakukan sebuah kesalahan dengan memakan
buah khuldi, mereka mengikuti perintah syaithan yang terkutuk. Sifat manusia
yang memang diciptakan oleh Allah SWT dengan penuh rasa penasaran, yang
akhirnya diturunkanlah Nabi Adam AS beserta tulang rusuknya - Hawa - ke bumi.
Tidak berhenti di
situ, anaknya Qabil dan Habil juga melakukan dosa sesama makhluk cipta’an.
Alkisah, suatu ketika Nabi Adam dipertemukan dengan Siti Hawa, mereka diberkahi
beberapa anak. Anak pertamanya diberi nama Qabil dan disusul oleh adiknya Iqlima’
yang tak lama kemudian disusul oleh pasangan kembar kedua, Habil dan adiknya
Luqaba’. Di bawah kasih sayang ibu dan ayahnya, mereka berkembang begitu besar.
Seperti fitrahnya, anak laki-laki membantu ayahnya mencari nafkah. Qabil diberkahi
oleh Allah dengan tumbuh-tumbuhan, ia menanam beberapa macam tumbuhan,
sedangkan Habil diberkahi oleh Allah dengan berternak, ia berternak beberapa
macam hewan ternak. Sedangkan anak perempuan membantu ibu.
Sampai pada suatu
hari Nabi Adam memutuskan untuk melakukan pernikahan silang, Qabil dengan
Luqoba’ sedangkan Habil dengan Iqlima’, akan tetapi Qabil tak dapat menerima
keputusan ayahnya, adiknya Iqlima’ jauh lebih cantik dibandingkan dengan Luqaba’.
Nabi Adam AS meminta pertolongan atas terjadinya hal ini, sampai pada suatu
ketika Nabi Adam memerintahkan untuk mereka berdua mengeluarkan korban dari
hasil kerja mereka masing-masing. Pada awalnya, mereka berdua sangat puas
dengan keputusan ayahnya, Habil mengeluarkan kambing terbaiknya, berbeda dengan
Qabil, ia mengeluarkan sekarung gandum yang tak bagus.
Waktu persembahan
pun tiba, mereka semua berkumpul pada sebuah bukit untuk menyaksikan persembahan
siapakah yang akan diterima. Tentu saja, persembahan dari Habil-lah yang
diterima oleh Allah, persembahan Habil yang dipilih dengan sebaik mungkin,
sangat berbeda dengan Qabil. Semuanya sudah jelas, apa yang dilihat oleh Nabi
Adam, dan Siti Hawa beserta anak-anaknya, bahwa Allah telah memilih Habil untuk
memilih dengan siapa ia harus menikah.
Suatu ketika,
Adam ingin meninggalkan rumah, ia menitipkan rumah dan keluarganya pada Qabil,
karena Qabil anak pertamanya. Nabi Adam berpesan agar dapat menjaga rumah
dengan sebaik-baiknya, menjaga ibu dan adiknya. Qabil menerima amanat ayahnya
dengan senang hati dan berjanji akan berusaha sekuat mungkin. Janji itulah yang
terdengar di telinga ayahnya, namun di dalam hatinya telah berniat busuk untuk
berbuat jahat pada Habil, saudaranya sendiri. Menurut Qabil, inilah waktu yang
pas untuk melampiaskan dendamnya, dengan bujukan syaithan ia mendatangi Habil
dengan penuh rasa dengaki. Habil berusaha untuk menasihati kakaknya, sesekali
Qabil menerima nasihatnya. Akan tetapi, bisikan syaithan lebih kuat, tanpa ia
sadari, ia telah membunuh saudaranya sendiri. Inilah pembunuhan pertama manusia
di muka bumi.
Cara Menanggapi Masalah
Setiap manusia
pasti mempunyai masalah dalam hidupnya, masalah bisa timbul kapan saja, masalah
bisa berasal dari orang lain, teman, bahkan keluarga sendiri. Suatu ketika anda
mendapatkan masalah, maka bersenanglah, karena orang-orang yang sukses bisa ada
karena ia menyelesaikan sebuah permasalahan. Semakin besar ia menyelesaikan
masalah, semakin kuat ia untuk mendapatkan kesuksesan dan kehidupan. Allah
tidak akan memberikan sebuah permasalahan kepada hamba-Nya melainkan sesuai
dengan kemampuanya. Apabila seseorang telah berada pada titik terbawah dalam
hidupnya, bersyukurlah, karena ia tak ada jalan lain kecuali naik kepada tempat
yang lebih baik. Terkadang masalah yang diberikan Allah kepada kita sangat
banyak manfaatnya, akan tetapi kebanyakan kita tidak sabar untuk menemukan
hikmah di balik itu semua.
Positive thinking.
Kata inilah yang
harus kita miliki dalam jiwa maupun raga untuk menemukan hikmah-hikmah yang
terkandung pada sebuah masalah. Bukan hanya kita yang mendapatkan masalah, akan
tetapi setiap manusia, bahkan para anbiyā’ wal mursalīn juga mendapatkan
masalah. Bahkan masalah yang mereka terima jauh lebih berat dari pada
manusia-manusia biasa. Nabi Musa di lahirkan pada masa Fir’aun raja yang dzalim.
Nabi Luth diberikan kepadanya kaum yang tidak normal keadaannya. Nabi Nuh diberikan
anak yang kufur kepadanya. Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anak
satu-satunya. Nabi Ayub diberikan penyakit sehingga ditinggalkan anak dan
istri-istrinya. Nabi Yusuf dilahirkan sebagai adik yang dibenci kakak-kakaknya.
Tapi, mereka menjalani semua itu dengan penuh rasa optimis dan yakin tentang
takdir yang telah Allah berikan kepadanya.
Relax. Hadapilah permasalahan dalam hidup ini
penuh dengan senyuman. Menyelesaikan masalah dengan tenang dan yakin terhadap
apa yang kita kerjakan. Terkadang sebuah permasalahan bisa timbul
dikarenakan perilaku yang buruk, gugup, ceroboh. Semua itu biasanya timbul
karena tidak relax dalam melakukan sesuatu. Perasaaan relax
menimbulkan ketenangan, hingga merespon ke otak dan menyebabkan kesenangan dalam
melaksanakan sesuatu. Jika permasalahan yang kita dapatkan telah selesai, kita
akan merasakan sesuatu yang tak bisa diukir dengan kata-kata. Kita akan merasakan
kebahagiaan yang sangat di dalam hati, muka akan tampak lebih tenang.
Tawakal. Apabila masalah datang secara
terus-menerus, perhatikanlah pesan yang Allah berikan kepada kita. Pasti ada
permasalahan yang disembunyikan Allah kepada kita. Timbulkan berfikir positif
kepada setiap permasalahan yang datang, ciptakan perilaku relax kepada
perilaku setiap kesulitan yang tiba. Setelah semua itu kita kuasai,
bertawakallah kepada Allah. Berdoalah, “Ya Allah berikanlah hamba-Mu ini
yang terbaik bagi-Mu. Terkadang kami berpikir itu baik bagi kami padahal sangat
buruk bagi-Mu. Terkadang itu buruk menurut kami padahal sangat baik bagi-Mu
untuk kami. Berikanlah kami yang terbaik bagi-Mu untuk kami. Amiiiiin...” Wallāhu
a’lamu bi ash-shawāb. []
Andi Musthafa
Husain,
Santri Pon Pes
UII
* Tulisan ini telah diterbitkan di Alrasikh, buletin Jum'at UII